Selasa, 22 Mei 2012

Asal Mula Viking Persib Club




Bermula saat sekelompok bobotoh fanatik PERSIB yang biasa“menghuni” tribun selatan mencetuskan ide untuk menjawab totalitas “sang idola” PERSIB Bandung di lapangan dengan sebuah totalitas dalam memberi dukungan, maka setelah melalui beberapa kali pertemuan yang cukup alot dan memakan waktu, akhirnya terbentuklah sebuah kesepakatan bersama. Tepatnya pada Tanggal 17 Juli 1993, disebuah rumah dibahu jalan Kancra no. 34, diikrarkanlah sebuah kelompok Bobotoh dengan nama VIKING PERSIB CLUB.. Adapun pelopor dari pendiriannya antara lain ; Ayi Beutik, Heru Joko, Dodi “Pesa” Rokhdian, Hendra Bule, dan Aris Primat dengan dihadiri oleh beberapa Pioner Viking Persib Club lainnya, yang hingga kini masih tetap aktif dalam kepengurusan Viking Persib Club. Nama VIKING diambil dari nama sebuah suku bangsa yang mendiami kawasan skandinavia di Eropa Utara. Suku bangsa tersebut dikenal dengan sifat yang keras, berani, gigih, solid, patriotis, berjiwa penakluk, pantang menyerah, serta senang menjelajah. Karakter dan semangat itulah yang mendasari “Pengadopsian” nama VIKING kedalam nama kelompok yang telah dibentuk. Secara demonstratif, Viking Persib Club pertama kali mulai menunjukan eksistensinya pada Liga Indonesia I — tahun 1993, yang digemborkan sebagai kompetisi semi professional pertama di Tanah Air kita. Slogan “PERSIB SANG PENAKLUK” begitu dominan terlihat pada salah satu atribut yang dipakai anggotanya. Viking dimasa ini masihlah sangat tradisional dan belum menunjukkan geliat sebagai sebuah organisasi yang utuh secara profesional, bahkan pada awalnya mereka tidak mempunyai homebase dan menjadikan halaman sekretariat PERSIB di Jalan gurame sebagai tempat berkumpul. Seiring waktu kehadiran mereka yang merajai tribun selatan pun mulai dikenal dan diakrabi bobotoh, banyak pula yang berminat untuk menjadi bagian dari Viking, pendaftaran anggota pun mulai dibuka lebar.
Periode 1999-2004
Diperiode ini, Viking mengalami penambahan anggota yang cukup signifikan, bahkan karena saking banyaknya anggota maka para pimpinan Viking pun merasa bahwa tribun selatan sudah tak mampu lagi menampung jumlah anggota yang rutin menyaksikan pertandingan PERSIB secara langsung di Siliwangi, akhirnya tribun timur pun menjadi pilihan, terhitung sejak liga Indonesia VI, Viking mulai “hijrah” ke tribun timur dan menunjukkan eksistensi serta dukungan dari tribun dengan “view” yang lebih nyaman dan kapasatitas tempat duduk lebih besar.
Diperiode ini pulalah, tepatnya medio 2002-2003, Viking mengalami sebuah momentum penting saat Yudi Baduy sang sekretaris umum mulai sibuk dengan rutinitas dan pekerjaannya sehingga Viking membutuhkan darah segar untuk tetap menjaga dinamika roda organisasi, dan masuklah Budhi Bram, keterlibatannya bersama Viking dimulai saat yang bersangkutan menggarap album Kompilasi yang pertama. Seiring waktu, akhirnya Budhi Bram resmi menjabat sebagai sekretaris umum Viking yang baru.
Pada masa ini pulalah Viking yang tetap di pimpin oleh dwitunggal Herru Joko sang ketua umum dan Sang Panglima,Ayi Beutik mulai tumbuh sebagai organisasi yang sesungguhnya, seluruh potensi organisasi pun terus dioptimalkan untuk mendatangkan manfaat bagi PERSIB dan Viking sendiri. Viking dengan jumlah anggotanya yang mencapai ribuan orang mulai dilirik oleh berbagai perusahaan dan menjalin beberapa kerjasama dalam event-event besar. Tercatat berbagai perusahaan, mulai dari rokok, selular hingga clothing pernah menjalin kerjasama dengan Viking Persib Club.
lama kelamaan aksi Viking tak hanya sekedar bersorak di stadion, namun aktivitasnya mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan, seperti bakti sosial, sunatan masal, kompetisi-kompetisi kreatif dll. Dimasa ini pulalah Viking mulai menjalin simpul-simpul signifikan dengan pihak-pihak yang strategis, seperti walikota Bandung dll.
Periode 2005-2009
Dimasa ini Viking semakin mapan dan dewasa, bahkan sisi komersil pun mulai teroptimalkan secara elegan. Lihat saja kelahiran Viking Persib fanshop yang bergerak dibisnis properti supporter, ataupun album digital dan bisnis RBT serta website resmi www.vikingpersib-club.com yang digarap oleh Viking, semakin menunjukkan ke-profesionalan organisasi ini. Jangan lupakan pula kehadiran PERSIB magz yang fenomenal dan sempat mewarnai dunia media soporter ditanah air dan berganti nama menjadi majalah
Idealisme Viking Persib Club
Viking Persib Club adalah sebuah kelompok bukanlah organisasi atau fans club dengan segala aturan-aturan formal yang mengikatnya. Setiap anggota atau Vikers adalah bagian dari sebuah “Keluarga”, …. Dan layaknya sebuah Keluarga, keberagaman sifat dan tingkah laku yang berada didalamnya adalah merupakan sesuatu hal yang lumrah, dan Viking akan selalu berusaha untuk mengakomodir keberagaman tersebut.
Kelompok Suporter dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, karena didalamnya terdapat sekumpulan individu yang berinteraksi secara bersama-sama serta memiliki kesadaran keanggotaan yang didasarkan oleh kehendak dan prilaku yang disepakati. Seperti kebanyakan kelompok-kelompok Bobotoh lainnya yang turut terlahir sama seperti halnya Viking Persib Club, yaitu secara Grass Root (dari arus bawah), maka Viking Persib Club memiliki cara atau cirri khas dalam menyikapi setiap permasalahan anggotanya. Hubungan pertemanan dan kekeluargaan yang tulus, erat tanpa pamrih serta rasa persaudaraan yang tinggi menjadi modal yang kuat bagi VIKING untuk terus eksis selama beberapa dekade.
Keanggotaan Viking Persib Club yang semakin besar, jelas menuntut sebuah tanggung jawab serta pengaturan yang sedemikian rupa secara professional, agar dapat lebih terukur dari segi pendataan, keuangan, rutinitas maupun manajerial, yang tentu saja membawa dampak tanggung jawab yang sangat besar bagi kepengurusan Viking Persib Club. Namun tentu saja semua formalitas tersebut tidak akan menghilangkan warna, ciri khas serta karakter Viking Persib Club. “Viking tetaplah Viking! Dia harus bercirikan kedekatan yang tulus antar anggotanya dan berkarakter sebagai sebuah keluarga ataupun geng”
Viking Persib Club murni lahir secara independen berdasarkan inisiatif dari para Bobotoh dari golongan grass root. Dalam pandangan Viking, supporter tidak hanya berperan sebagai “tukang sorak” saat menyaksikan dan mendukung kesebelasan kesayangannya, tetapi peran supporter harus lebih dari itu! Dia harus menjadi pembangkit semangat saat tim kesayangannya jatuh bangun menunaikan tugasnya dilapangan. Supporter juga harus menjadi kekuatan tambahan bagi para pemain dilapangan, …… intinya, supporter harus menjadi pemain ke-12! Dan VIKING ingin menjadi pemain ke-12 bagi PERSIB.
Pada saat ini, …… ketika sepakbola sudah menjadi industri, Peranan Bobotoh buat PERSIB pun menjadi berkembang tidak hanya sebagai objek pelengkap saja. Bobotoh seharusnya menjadi bagian dari prestasi dan keberhasilan yang dicapai oleh PERSIB. Berangkat dari sana, ….. Viking Persib Club pun mulai mengembangkan sayapnya dalam berbagai bentuk aktualisasi diri, mulai dari peningkatan pengkoordiniran massa dengan dibentuknya “distrik” di berbagai wilayah pada kantung-kantung Bobotoh, Penjualan Merchandise, pembuatan album kompilasi Persib, hingga tour organizer yang menyelenggarakan pemberangkatan rombongan Bobotoh ketika mendukung PERSIB apabila bermain tandang.
Kepemimpinan & Kepengurusan Viking Persib Club
Sejak awal berdirinya hingga saat ini, ….. Viking Persib Club diketuai oleh Heru Joko, dengan Panglima — Ayi Beutik. Pertanyaan yang muncul, ……. Mengapa harus ada figur panglima? Jawabannya singkat saja, karena Bobotoh terikat secara emosional, dan mereka mengikatkan diri kepada PERSIB dan juga kepada sesama pendukung Persib. Kata Panglima disini adalah sosok “Ibu” dalam keluarga, pengasuh bagi anak-anaknya, sosok yang memimpin serta melindungi para anggota apabila terjadi sesuatu dilapangan. Sedangkan jabatan Ketua Umum yang disandang Heru Joko, adalah sebagai figure kharismatik yang memiliki fungsi politis keluar organisasi atau kelompok lain. Lain halnya dengan Yoedi Baduy yang menjabat sebagai Sekretaris Umum, ia mengelola dan mengkoordinir segala bentuk kegiatan secara administratif. Bisa dikatakan ketiganya adalah pemimpin atau leader Viking Persib Club, yang tentu saja ditopang oleh pentolan-pentolan Viking Persib Club yang lainnya, seperti ; Yana Ewok, Asep “Ucok”, Yana Bool (Mr. Y), Dadan Gareng, Boseng, Odoy, Pesa dan Hendra Bule.
Dan yang tak kalah pentingnya lagi, …… kontribusi Distrik-distrik Viking Persib Club yang saat ini sudah tersebar diberbagai wilayah , seolah menjadi elemen penting lainnya bagi pendobrak berkembangnya Viking Persib Club dewasa ini.

sumber : http://botn.or.id/komunitas-bobotoh/2011/12/viking-persib-club/

Sabtu, 28 April 2012

Sejarah Persib Bandung

Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetball Bond ( BIVB ) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung ( PSIB ) dan National Voetball Bond ( NVB ).
Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana,Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Di Bandung pun saat itu pun sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken ( VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan “ kelas dua “. VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan dipinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom.
Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan dipusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan “ perang dingin “ dan menjadi perkumpulan sepakbola satu- satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.Klub- klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNU dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG ( kini Stadion Persib ), dan Lapangan SPARTA ( kini Stadion Siliwangi ). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga diseluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar diberbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta.
Pada masa itu prajurit- prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya.
Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda ( NICA ) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950- an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953- 1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah- pindah secretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangunkan Sekretariat Persib di Cilentah.
Awal Persib memiliki gedung yang kini berada di Jalan Gurame, adalah upaya R. Soendoro, seorang overste replubiken yang baru keluar dari LP Kebonwaru pada tahun 1949. Pada waktu itu, melalui kepengurusan yang dipimpinnya, Soendoro menghadap kepada R. Enoch yang kebetulan kawan baiknya. Dari hasil pembicaraan, Walikota mendukung dan memberikan sebidang tanah di Jalan Gurame sekarang ini.
Pada saat itu, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan, Persib tidak memiliki dana untuk membangun gedung, Soendoro kembali menemui Walikota dan menyatakan, “ Taneuh puguh deui, tapi rapat ditiungan ku langit biru,” kata Soendoro.
Akhirnya Enoch juga membantu membangun gedung yang kemudian mengalami dua kali renovasi. Kiprah Soendoro sendiri didunia sepak bola diteruskan putranya, antara lain, Soenarto, Soenaryono, Soenarhadi, Risnandar, dan Giantoro serta cucunya Hari Susanto.
Dalam menjalankan roda organisasi beberapa nama yang juga berperan dalam berputarnya roda organisasi Persib adalah Mang Andun dan Mang Andi. Kedua kakak beradik ini adalah orang lapangan Persib. Tugas keduanya, sekarang ini dilanjutkan oleh putra dan menantunya, Endang dan Ayi sejak 90-an. Selain juga staf administrasi Turahman.

Renovasi pertama dilakukan pada kepemimpinan Kol. CPM Adella ( 1953- 1963 ). Kini sekretariat Persib di Jalan Gurame itu sudah cukup representatif, apalagi setelah Ketua Umum H. Wahyu Hamijaya ( 1994- 1998 ) merenovasi gedung tersebut sehingga menjadi kantor yang memadai untuk mewadahi berbagai kegiatan kesekretariatan Persib.
Kemampuan Persib menjaga nilai- nilai dan tradisinya serta menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tentu tidak lepas dari figur Ketua Umum bukan hanya figur yang berkemampuan mengelola organisasi dalam artian agar organisasi itu terus hidup, melainkan juga figur yang mampu menggali potensi dan mengakomodasikan kekuatan yang ada, sehingga kiprah Persib dalam kancah sepakbola nasional terus berlangsung lewat berbagai karya Persib.